Malam adalah waktu yang penuh rahasia. Saat kebisingan dunia telah mereda, suara kendaraan berhenti, bahkan manusia terlelap dalam tidur panjangnya, di situlah hamba-hamba Allah yang terpilih bangkit dari tempat tidurnya. Mereka meninggalkan kehangatan selimut hanya untuk bersujud di hadapan Rabbnya. Itulah orang-orang yang shalat di akhir sepertiga malam, waktu yang disebut oleh Nabi ﷺ sebagai saat turunnya Allah ke langit dunia dengan keagungan-Nya, menyeru: “Adakah yang berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan? Adakah yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sepertiga malam terakhir bukan sekadar waktu, tapi ia adalah kesempatan emas yang jarang disadari manusia. Waktu itu ibarat pintu yang Allah buka, agar hamba-Nya yang rindu dapat mengadu. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sesungguhnya di antara tanda cinta Allah kepada hamba-Nya adalah Dia jadikan hamba itu senang bermunajat di waktu malam.” Maka siapa pun yang dimudahkan untuk bangun, sesungguhnya ia tengah diberi hadiah dari Allah.
BACA JUGA: Shalat-shalat Sunnah, yang Utama adalah Tahajjud
Banyak orang berangan-angan mendapat keberkahan hidup, kelapangan rezeki, atau ketenangan hati. Namun sedikit yang mau menempuh jalan para salaf dengan menjaga malamnya. Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah menuturkan: “Aku tidak mengetahui suatu ibadah yang lebih berat bagi jiwa daripada shalat di tengah malam.” Beratnya karena melawan hawa nafsu tidur, tetapi justru di situlah nilai kemuliaannya.
Orang yang shalat di akhir sepertiga malam tidak hanya meraih pahala, tapi juga membangun hubungan khusus dengan Allah. Saat ia mengangkat tangannya, doanya lebih mudah menembus langit. Saat ia bersujud, air matanya menjadi saksi di hari kiamat. Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: “Jika engkau tidak mampu shalat malam, ketahuilah bahwa engkau adalah orang yang terhalangi.” Maksudnya, ada dosa yang menjadi penghalang antara dirinya dan kenikmatan qiyamullail.
Namun, shalat malam bukanlah milik para ulama dan ahli ibadah saja. Ia terbuka bagi siapa pun yang mau berjuang. Rasulullah ﷺ sendiri mencontohkan dengan begitu indah. Beliau menangis dalam sujud malamnya hingga jenggot beliau basah. Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya, “Mengapa engkau lakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab: “Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Renungkanlah, jika Nabi ﷺ yang sudah dijamin surga masih merasa perlu sujud panjang di sepertiga malam terakhir, bagaimana dengan kita yang penuh dosa dan kelalaian? Tidakkah kita lebih butuh dari beliau?
Maka, mulai malam ini, cobalah latih diri. Tidak harus panjang, meski hanya dua rakaat yang ringan sebelum subuh. Ibnul Mubarak rahimahullah berkata: “Kenikmatan dunia hanya ada pada tiga hal: berkumpul dengan saudara seiman, shalat malam, dan membaca Al-Qur’an.” Lihatlah, betapa shalat malam menempati posisi mulia dalam hati para ulama salaf.
BACA JUGA: Shalat Tahajjud, Haruskah Tidur Dahulu?
Saudaraku, dunia ini fana. Tidurmu di malam hari tidak akan lama. Tetapi tangisanmu di sepertiga malam terakhir, itu yang akan abadi menjadi cahaya di kuburmu dan saksi di hadapan Allah kelak. Barangsiapa merasakan manisnya bermunajat di waktu itu, ia akan mendapati kedamaian yang tidak tergantikan oleh gemerlap dunia.
Maka, jangan biarkan malammu berlalu sia-sia. Ingatlah, orang yang shalat di akhir sepertiga malam itu sejatinya sedang mempersiapkan dirinya menjadi tamu istimewa di hadapan Allah di hari kemudian. []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311
