1- Tidur yang lama membatalkan wudhu dalam kondisi apa pun, sedangkan tidur yang sebentar tidak membatalkan wudhu.
Ini merupakan pendapat Malik, sebuah riwayat dari Ahmad dan juga pendapat yang dipilih oleh Az-Zuhri, Rabi’ah dan Al-Auza’i. Dalam memahami hadits Anas tentang tidurnya para shahabat, mereka menilainya sebagai tidur yang sebentar. Mereka berdalil dengan riwayat dari Abu Hurairaha:
مَنِ اسْتَحَقَّ النَّوْمُ فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ
“Barang siapa tidur sampai terlelap, maka ia wajib berwudhu.”
Menurut pendapat yang shahih, hadits ini mauquf pada Abu Hurairah. Hadits Ibnu Abbas, “Wudhu diwajibkan atas setiap orang yang tidur, kecuali orang yang tertunduk-tunduk kepalanya, sekali atau dua kali saja.”
BACA JUGA: Wudhu dan Shalat, 2 Amalan Penghapus Dosa dan Pengangkat Derajat
2- tidur tidak membatalkan wudhu, kecuali tidur berbaring atau bersandar.
Barang siapa tidur menyerupai gerakan shalat, seperti ruku, sujud, berdiri atau duduk, maka tidak membatalkan wudhu baik dilakukan dalam keadaan shalat maupun tidak. Ini merupakan pendapat Hammad. Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan para muridnya, Dawud dan Asy-Syafi’i. Mereka berhujjah dengan dalil berikut ini:
a. Riwayat dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah bersabda:
لَيْسَ عَلَى مَنْ نَامَ جَالِسًا وُضُوءٌ حَتَّى يَضَعَ جَنْبَهُ
“Tidak ada kewajiban berwudhu atas orang yang tidur sambil duduk hingga ia tidur dalam keadaan berbaring.” Hadits dhaif tidak shahih.
b. Hadits dari Anas dari Nabi, beliau bersabda:
إِذَا نَامَ الْعَبْدُ فِي سُجُودِهِ بَاهَى اللهُ تَعَالَى بِهِ الْمَلَائِكَةَ يَقُوْلُ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي رُوحُهُ عِنْدِي وَجَسَدُهُ فِي طَاعَتى
“Apabila seorang hamba tidur dalam sujudnya, maka Allah membanggakannya di hadapan para malaikat seraya berkata, Lihatlah hamba-Ku ini. Ruhnya ada dalam genggaman-Ku, sedangkan jasadnya dalam ketaatan pada-Ku.”
Mereka mengqiyaskan seluruh gerakan shalat dengan sujud.
Aku katakan: Hadits ini sanadnya dhaif. Al-Baihaqi menuturkan, “Dalam hadits ini tidak disebutkan bahwa dia tidak keluar dari shalatnya. Adapun maksud dari hadits tersebut-jika haditsnya shahih-adalah pujian Allah kepada para hamba-Nya yang gemar mengerjakan shalat hingga tertidur.”
3- Tidak membatalkan wudhu kecuali tidurnya orang yang rukuk atau sujud.
Imam Nawawi menisbatkan pendapat ini kepada Imam Ahmad. Barangkali alasannya karena posisi rukuk dan sujud memungkinkan keluar sesuatu yang dapat membatalkan wudhu.
4- Tidak membatalkan wudhu kecuali tidurnya orang yang sujud. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam Ahmad.
5- Tidur dalam shalat tidak membatalkan wudhu, apa pun kondisinya, namun tidur di luar shalat bisa membatalkan wudhu. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hanifah, seperti tertera pada keterangan keempat.
6- Tidur tidak membatalkan wudhu, jika dalam posisi duduk yang tenang dan menyentuh permukaan tanah, baik dalam shalat maupun di luar shalat, lama atau pun sebentar. Ini merupakan mazhab Asy-Syafi’i, sebab menurutnya tidur bukanlah hadats, namun sebatas dugaan kuat keluarnya hadats. Imam Asy-Syafi’i menuturkan, “Orang yang tidur dengan posisi duduk dan bertumpu pada tanah, pasti merasakan sesuatu yang keluar darinya.” Pendapat ini juga dipilih oleh Imam Asy-Syaukani.
Menurut penulis: Mereka yang berpendapat dengan pendapat ini berlandaskan pada hadits Anas, mengenai kisah tidurnya para shahabat yang tidur sambil duduk. Namun demikian Al-Hafizh telah membantahnya di dalam Al-Fath (1/251), ia mengatakan “Akan tetapi, di dalam Musnad Al-Bazzar dengan sanad yang shahih berkenaan dengan hadits ini, “Maka mereka menyandarkan tubuh mereka, di antara mereka ada yang tertidur. Kemudian mereka bangkit untuk mengerjakan shalat.
Pendapat yang kuat: Tidur lelap yang menghilangkan kesadaran, tidak bisa mendengar suara, tidak merasakan sesuatu terjatuh dari tangannya, keluar air liur atau hal-hal serupa lainnya, maka membatalkan wudhu. Sebab, tidur seperti ini dapat menyebabnya keluarnya hadats. Baik dalam keadaan berdiri, duduk, bersandar, rukuk maupun sujud.
BACA JUGA: Perihal Apakah Tidur Lelap Membatalkan Wudhu
Jika pendapat pertama yang dimaksudkan dengan tidur yang seperti ini, maka kami sependapat dengan mereka. Namun jika tidak, maka tidur ringan (mengantuk) di mana masih merasakan sesuatu, sebagaimana yang disebutkan di depan, maka hal itu tidak membatalkan wudhu, apa pun keadaannya. Ini berdasarkan hadits tentang tidurnya para shahabat hingga kepala mereka tertunduk, dan hadits Ibnu Abbas mengenai shalatnya bersama Nabi Dengan demikian, terhimpunlah semua dalil yang ada dalam masalah ini. Alhamdulillah.
Faidah: Dikarenakan tidur menjadi dugaan kuat keluarnya hadats yang mewajibkan wudhu, maka dikembalikan pada yang bersangkutan bagaimana kondisi tidurnya dan sesuai dengan dugaan kuatnya. Adapun jika ia ragu apakah tidurnya membatalkan wudhu atau tidak, maka pendapat yang lebih kuat wudhunya tidak batal. Sebab thaharah ditetapkan berdasarkan pada keyakinan dan tidak hilang dikarenakan adanya keraguan. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam Al-Fatawa (21/230). []
Sumber: Shahih Fiqhu As-Sunnah (Shahih Fiqih Sunnah (Jilid 1)/ Penulis: Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim / Penerbit: Insan Kamil / Cetakan: Cet. 1: Nopember 2021 / Rabiul Akhir 1443 H
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311

