Home KajianTauhid Asma’ Wa Sifat

Tauhid Asma’ Wa Sifat

Yazid bin Harun berkata, "Siapa yang mendustakan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah maka dia berlepas diri dari Allah dan Allah berlepas diri darinya.""

by Abu Umar
0 comments 66 views

Makna tauhid asma’ wa sifat adalah beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa takwil, ta’thil, takyif, dan tamsil. Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ )

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Asy-Syura: 11).

Dalam ayat ini Allah menafikan adanya sesuatu yang menyerupai-Nya dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih mengetahui Allah daripada Rasulullah.

Siapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, atau mena’wilkan dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya.

BACA JUGA: Syarat Diterimanya Ibadah

Allah berfirman:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا *

“Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahf: 15).

Maksud salafus saleh adalah para shahabat, tabi’in, dan tabiut tabi’in yang hidup pada kurun waktu yang diutamakan. Manhaj salaf dalam asma wa sifat adalah mengimani dan menetapkannya sebagaimana ia datang tanpa tahrif (mengubah), ta’thil (menafikan), takyif (menanyakan bagaimana) dan tamtsil (menyerupakan), dan hal itu termasuk pengertian beriman kepada Allah.

Imam Ahmad berkata, “Allah tidak disifati dengan sesuatu yang lebih banyak dari apa yang Dia sifatkan untuk diri-Nya.”

Beliau juga mengatakan, “Ini adalah sifat-sifat Allah yang Dia sifatkan bagi Diri-Nya dan kita tidak menolaknya.”

Makhul dan Az-Zuhri pernah ditanya tentang penjelasan hadits dalam persoalan sifat kemudian keduanya menjawab. “Perkara sifat sebagaimana yang disampaikan dalam hadits.”

Ali bin Al-Madini berkata, “Tidak ditanyakan mengapa dan kenapa, tetapi yang ada adalah pembenaran dan iman kepadanya. meskipun ia tidak tahu tafsir haditsnya. Hendaknya ia beriman dan tunduk.”

Abu Zur’ah dan Abu Hatim berkata, “Sesungguhnya Allah di atas ‘arsy-Nya terpisah dari makhluk-Nya sebagaimana yang Dia sifatkan bagi Diri-Nya dalam Al-Qur’an dan dalam Sunnah Rasul tanpa bertanya kaifa, ilmunya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang menyerupainya dan Dia Maha Mendengar dan Melihat.”

Sufyan Ats-Tsauri berkata, “la sebagaimana disampaikan dalam nash, kita menetapkannya dan membicarakannya tanpa bertanya bagaimana.”

Abu Ubaid Al-Qasim berkata, “Hadits-hadits tentang sifat Allah menurut kami adalah haq dan tidak ada keraguan di dalamnya. Namun, jika ditanyakan bagaimana Dia meletakkan kaki-Nya dan bagaimana Dia tertawa, maka kami jawab: Kita tidak menafsirkan ini dan kami tidak mendengar seorang pun yang menafsirkannya.”

Ibnu Mubarak berkata, “Engkau lalui sebagaimana ia datang tanpa bertanya bagaimana.”

Hamad bin Salamah berkata, “Siapa yang engkau lihat mengingkari hadits-hadits (tentang sifat-sifat Allah) ini maka curigailah agamanya.”

Yazid bin Harun berkata, “Siapa yang mendustakan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah maka dia berlepas diri dari Allah dan Allah berlepas diri darinya.””

BACA JUGA: Mengapa Nabi Muhammad Mengajarkan Tauhid Pertama Kali di Mekkah?

Ibnu Qutaibah berkata, “Perkataan yang paling adil dalam hadits-hadits ini adalah kita beriman dengan yang sahih. Bahwa kita yakin dengan penglihatan dan Dia kagum, turun ke langit, di atas arsy, dzat, dan kedua tangan. Namun, dalam masalah itu kita tidak mengatakan tata cara, batasan, atau mengkiyaskan dengan apa yang tidak ada (dalilnya). Kami berharap ucapan dan keyakinan tersebut menjadi jalan keselamatan besok, insya Allah.”

Ibnu Taimiyah berkata, “Kemudian ucapan yang menyeluruh dalam semua bab ini adalah hendaknya Allah itu disifati dengan apa yang Dia sifatkan untuk Diri-Nya atau yang disifatkan oleh Rasul-Nya, dan dengan apa yang disifatkan oleh As-Sabiqun Al-Awwalun (para generasi pertama), serta tidak melampaui Al-Qur’an dan Al-Hadits.”

Mazhab salaf menyifati Allah dengan apa yang Dia sifatkan untuk Diri-Nya dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya. tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamtsil.” []

Sumber: Kitabut Ats tsalist Aqidatut Tauhid  Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal-Ats-Tsalis-Al-Aly / Penulis: DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan /  Agustus 2024 M/Muharram 1446 Η / Penerbit: Ummul Qura

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311

Ikuti kami di Facebook Humayro. Satu tempat untuk pembelajaran tiada henti. Pembelajaran setiap hari. Pembelajaran sepanjang hayat.

Subscribe

Subscribe my Newsletter for new blog posts, tips & new photos. Let's stay updated!

Humayro.com – Belajar Sepanjang Hayat.  Kantor : Jalan Taman Pahlawan Gg. Ikhlas No. 2 RT18/RW 08 Purwakarta 41119