Ada seorang wanita bernama Ummu Imran, ia seorang wanita gila. la duduk di tempat sampah, lalu ada seorang lelaki melintas dan berbicara sesuatu kepadanya.
Si wanita itu kemudian be-kata padanya, “Hai anak seorang lelaki dan perempuan pezina!”
Saat itu Ibnu Abi Laila hadir dan mendengar kata-kata itu. Ibnu Abi Laila kemudian berkata kepada lelaki itu, “Masukkan wanita itu ke masjid, dan tegakkan dua hukum had padanya, satu had untuk ayahnya dan satunya lagi untuk ibunya.”
BACA JUGA: Abu Hanifah dan Utang Piutang
Abu Hanifah mendengar hal itu lalu berkata, “Ibnu Abi Laila keliru dalam enam hal: Pertama, ia menegakkan had di masjid padahal hudud tidak ditegakkan di masjid-masjid. Kedua, ia memukul wanita itu dalam posisi berdiri padahal wanita-wanita dipukul (dalam hudud) dengan posisi duduk. Ketiga, lelaki itu memukul satu had untuk ayahnya dan satu had lagi untuk ibu-nya. Andaikan seseorang menuduh zina sekelompok orang, ia hanya dihukum had satu kali. Keempat, ia menyatukan dua had padahal dua had tidak boleh disatukan hingga salah satu di antara keduanya diringankan. Kelima, wanita gila tidak wajib dihukum had. Keznam, hukum had dilakukan untuk kedua orang tua lelaki tersebut padahal keduanya tidak ada di tempat. Keduanya harus didatangkan.”
Kata-kata Abu Hanifah ini sampai ke telinga Ibnu Abi Laila. Ibnu Abi Laila kemudian menemui gubernur dan mengadukan Abu Hanifah kepadanya. Gubernur kemudian mencekal Abu Hanifah dan berkata, “la tidak boleh memberikan fatwa.” Abu Hanifah akhirnya tidak memberikan fatwa selama beberapa hari, sampai utusan putra mahkota datang dan memerintahkan untuk menyampaikan sejumlah permasalahan kepada Abu Hanifah agar ia memberikan fatwa terkait. Abu Hanifah enggan memberikan fatwa dan berkata, “Aku dicekal.” Utusan tersebut kembali menemui gubernur lalu si gubernur berkata, “Aku sudah mengizinkannya untuk memberikan fatwa.” Abu Hanifah kemudian duduk lalu memberikan fatwa. (Tarikh Baghdad, XIII: 351)
BACA JUGA: Abu Hanifah Menguji Muridnya
Dalam ketenangan, Abu Hanifah pernah menyusuri jalanan-jalanan Madinah bersama sejumlah sahabat-sahabatnya. Abu Hanifah melintas di dekat anak-anak yang tengah bermain lalu salah seorang di antara mereka berkata, “Dia ini Abu Hanifah yang shalat sepanjang malam.”
Abu Hanifah malu kepada sahabat-sahabatnya. Dengan rendah hati dan malu, ia berkata, “Orang-orang mengira sesuatu yang tidak ada pada kita. Sungguh, aku berjanji kepada Allah untuk tidak tidur pada malam hari sampai aku bertemu Allah Setelah itu, Abu Hanifah selalu shalat sepanjang malam dan tidak pernah tidur sampai bertemu Allah.” []
Sumber: 100 Qishatan wa Qishah min Hayati Al Imam Abi Hanifah An-Nu man -100 Qishatan wa Qishah min Hayati Al Imam Malik bin Anas – 100 Qishatan wa Qishah min Hayati Al Imam Asy-Syafii – 100 Qishatan wa Qishah min Hayati Al Imam Ahmad bin Hanbal (400 Kisah Hidup Imam Empat Madzhab) /Penulis: Dr Muhammad Shiddiq Al-Minsyawi / Penerbit: Zam Zam Cetakan V: September 2023
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311

