Ada korelasi antara keyakinan yang lurus terhadap keistikamahan amalan dan akhlak yang baik. Semakin seorang mukmin mengenal dan meyakini Allah, mengimani sifat-sifat-Nya yang agung nan luhur, maka hal itu adalah penolong terbesar bagi seorang hamba untuk meneguhkan dirinya dalam ketaatan kepada Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagian perkaranya terdapat pada ayat Kursi, yang mana ia merupakan kalimat yang cukup untuk mengenalkan Allah,
Perkara pertama: Sabda Rasulullah,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ
“Allah tidaklah tidur”
Bahwasanya Allah adalah Dzat yang disucikan dari sifat tidur dan hal hal yang menyertainya, karena tidur adalah sebuah kekurangan. Tidur hanya dilakukan oleh mereka yang membutuhkan istirahat dari bekerja dan rasa lelah. Tidur adalah kematian kecil. Karenanya orang yang bangun tidur hendaknya membaca doa,
الحمدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami mati.”
Maka doa ini menunjukkan tanda ketidaksempurnaan manusia. kelemahan, kekurangan, dan rasa butuhnya kepada Sang Pencipta. Adapun Allah adalah Dzat yang maha tidak membutuhkan sesuatu dalam segala hal, dan tidak ada satu pun dari sifat-sifat-Nya yang kurang dalam hal apa pun.
BACA JUGA: Hadist Allah Tidaklah Tidur
Sabda Nabi yang berkaitan tentang Allah لا يا “Tidaklah tidur” adalah bentuk penetapan kemahahidupan Allah, dan kesempurnaan-Nya dalam mengatur hamba-hamba-Nya. itulah sebabnya mengapa Allah berfirman dalam ayat kursi-ayat yang paling agung di dalam Al Qur’an,
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ)
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Kata ) سنة adalah permulaan tidur yakni rasa kantuk. Allah disucikan dari sifat itu, karena Allah adalah Yang Maha Hidup lagi Maha Mengatur. Dia-lah Dzat Yang Hidup; kehidupan yang sempurna, kehidupan yang tidak bermula dari ketiadaan, pun tidak berakhir pada kefanaan, tidak mengalami kekurangan, dan tidak pula terserang penyakit.
Kata اليوم adalah Dzat yang menghidupi dirinya sendiri dan menghidupi makhluk-Nya.
Pengetahuan tentang Allah akan mendorong seorang hamba untuk melakukan berbagai macam ibadah dan ketaatan kepada-Nya, di antaranya:
Tawakal dan menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Allah berfirman,
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيَ الَّذِي لَا يَمُوتُ )
“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati.” (QS. Al-Furqân: 58)
Muraqabatullah dan memperbaiki amalan, karena ad-Dayyân (Allah) tidaklah tidur. Abu Darda berkata,
الْبِرُ لَا يَبْلَى، وَالْإِثْمُ لَا يُنْسَى، وَالدَّيَّانُ لَا يَنَامُ؛ فَكُنْ كَمَا شِئْتَ؛ كَمَا تَدِينُ تُدَانُ
“Kebaikan tidak lekang oleh waktu, kesalahan tidak dilupakan, dan ad-Dayyan (Allah) tidaklah tidur, maka jadilah sesuai yang kamu kehendaki, karena sebagaimana kamu berbuat maka demikianlah kamu akan dibalas. (HR. Ahmad di dalam az-Zuhd No. 869)
Ad-Dayyan adalah Sang Hakim, Dia adalah pemberi ganjaran, yang menghitung, yang menjadi saksi, yang mengawasi, yang Maha Mengetahui lagi Teliti, yang melihat hamba-hamba-Nya setiap saat.
Perkara kedua: Sabda Rasulullah,
وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ
“dan tidak seharusnya Dia tidur.”
Yakni, sebagaimana halnya tidur adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada-Nya dan Dia disucikan dari perbuatan tersebut, maka tidur juga merupakan hal yang tidak mungkin dan mustahil bagi-Nya. sebab makna لا يتعي )tidak seharusnya) dalam teks-teks syariat dapat dimaknai sebagai hal yang dilarang dan diharamkan menurut syariat, dan dapat juga dimaknai sebagai hal yang tidak mungkin dan mustahil, sebagaimana firman Allah
وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا)
“Dan tidak seharusnya bagi (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.” (QS. Maryam: 92)
Yakni, mustahil dan tidak mungkin bagi Allah mempunyai anak. Maka hadis Nabi وَلا يَبْغِي له أن ينام dimaknai dengan; tidur adalah hal yang mustahil bagi-Nya. Potongan kalimat ini adalah sebagai bentuk penekanan bagi kalimat sebelumnya yang mengenalkan akan Allah. Dengan demikian, maka wajib bagi setiap hamba untuk mengenal Tuhan mereka, bahwa Dia tidaklah tidur, dan tidak seharusnya Dia tidur, karena tidur adalah hal yang mustahil bagi-Nya, dan Dia disucikan dari sifat tersebut.
Perkara ketiga: Sabda Rasulullah,
يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ
“Dia Dzat yang berkuasa menurunkan timbangan amal dan mengangkatnya.”
Kalimat di atas menunjukkan penetapan sifat adil yang sempurna pada Allah, kesempurnaan pemeliharaan-Nya, bahwa segala amalan di sisi-Nya akan ditimbang, segala sesuatu Dia tetapkan dengan terukur, dan Dia mengelola makhluk-Nya dengan keadilan; tidak ada kezaliman, ketidaksetaraan, atau penindasan.
Al-Qist: Timbangan dan keadilan, yakni keadilan yang tidak ada padanya kezaliman.
Segala sesuatu akan ditimbang dengan timbangan, baik yang berkaitan dengan amalan para hamba dan apa yang membuatnya semakin terangkat-seperti yang akan disebutkan dalam kelanjutan hadisnya maupun yang berkaitan dengan apa yang membuatnya semakin turun, berupa rezeki dan karunia
وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ)
“Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr: 21)
Allah memberikan rezeki dan mengaturnya dengan takaran tertentu. dan semua urusannya berdasarkan nilai-nilai keadilan dalam hukum-hukum, pembalasan, dan pengaturan-Nya.
Oleh karena itu, seorang hamba harus mengetahui Tuhannya dan menyadari bahwa kehidupan ini adalah ladang ujian dan tempat penuh cobaan. Terkadang Tuhan menguji hamba-hamba-Nya dengan memberikan dan menahan, menurunkan dan menaikkan, menyempitkan dan melapangkan, meninggikan dan merendahkan.
كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنِ)
“Setiap waktu Dia dalam kesibukan (memelihara hamba-hamba-Nya).” (QS. Ar-Rahmân: 26)
Dia tidak menzalimi siapa pun,
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامِ لِلْعَبِيدِ)
“Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya).” (QS. Fusshilat: 46)
Sebab semua urusannya berdasarkan pada nilai-nilai keadilan, semuanya akan ditimbang dan diperhitungkan.
Inilah sebabnya mengapa seorang hamba harus mengagungkan Allah, harus berserah diri kepada-Nya dalam kesempitan dan kelapangan, dalam kesusahan dan kemudahan, dia harus beriman kepada-Nya. Maka demikianlah seharusnya keadaan seorang mukmin sejati. Sebagaimana sabda Nabis,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ
“Betapa menakjubkannya kondisi seorang yang beriman, setiap hal dalam hidupnya adalah kebaikan untuknya.”
Yakni, dalam kelapangan dan kesempitannya. Karenanya Rasulullah bersabda,
إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Jika dia mendapat karunia, dia bersyukur, dan itu baik baginya, jika dia ditimpa musibah, dia bersabar, dan itu baik baginya. ” (HR. Muslim No. 2999)
Perkara keempat: Sabda Rasulullah.
يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ الليل
“Segala amalan pada waktu malam akan diangkat kepada-Nya sebelum amalan waktu siang dimulai. Dan segala amalan siang akan diangkat kepada-Nya sebelum amalan waktu malam dimulai.”
Maknanya adalah mengangkat yang berarti ke atas, di mana amal-amal itu dipersembahkan kepada Allah; amal-amal siang diangkat kepada Allah dan dipersembahkan kepada-Nya sebelum malam, dan amal-amal malam diangkat kepada Allah dan dipersembahkan kepada-Nya sebelum siang.
Makna di atas diterangkan lebih lanjut dalam hadis berikut yang disebutkan dalam Shahihain, dari Nabi kita, beliau berkata,
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةُ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ في صَلَاةِ الفَجْرِ وَصَلَاةِ العَصْرِ ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ أَيْ إِلَى اللَّهِ – فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهِمْ وَأَعْلَمُ مِنْهُمْ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Malaikat malam dan malaikat siang secara bergantian menjaga kalian, dan mereka berkumpul pada waktu shalat ashar dan shalat subuh, kemudian malaikat yang menjaga kalian di malam hari naik ke langit dan Allah bertanya kepada mereka sekalipun Dia paling tahu terhadap keadaan mereka bagaimana kalian tinggalkan para hamba-Ku? Para malaikat menjawab: ‘Kami tinggalkan saat mereka sedang melaksanakan shalat, dan kami datangi mereka juga saat melaksanakan shalat”,”
Hal ini, mendorong setiap hamba untuk memperbaiki diri dan amalnya, jika engkau berada pada waktu petang, maka janganlah menunggu waktu siang untuk beramal, dan jika engkau berada pada waktu pagi, maka janganlah menunggu waktu petang untuk beramal. Bersegeralah dalam beramal dan berlomba-lombalah dalam kebaikan, karena sesungguhnya amalan malam itu akan diangkat sebelum siang. dan sesungguhnya amalan siang itu akan diangkat sebelum malam, dan sesungguhnya para malaikat itu akan membawanya ke atas.
Perkara kelima: Sabda Rasulullah.
حِجَابُهُ النُّورُ، لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبْحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ
“Hijab-Nya adalah cahaya. Sekiranya hijab itu dibuka niscaya keagungan Wajah-Nya akan membakar yang dipandang oleh-Nya.”
Hadis ini membuktikan bahwa wajah adalah sifat Allah, penglihatan adalah sifat Allah, dan Subuhat wajh adalah sifat bagi wajah-Nya. Subuhat wajh: Yakni kemegahan dan keindahannya.
BACA JUGA: Riyadhush Shalihin Hadist 7: Allah Melihat Hati dan Amal Kalian
Kalimat حجابة النور “Hijab-Nya adalah cahaya” kata ganti “s” kembali kepada Allah, di mana hal ini menunjukkan tentang penetapan hijab bagi Allah dan menyebutkan hikmah dari hijab tersebut, “sekiranya yang dipandang oleh-Nya” Pandangan-Nya meliputi seluruh makhluk yang ada di langit dan bumi, jika tersingkap tabir-Nya, niscaya ia akan membakar seluruhnya, sedangkan tabir-Nya itu adalah cahaya.
Pada hari kiamat, Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman kehidupan dan kekuatan yang lebih baik dari kehidupan di dunia, dengannya mereka dapat memiliki kemuliaan untuk melihat Allah, Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi bersabda.
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، يَقُولُ اللهُ : تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضُ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ
“Ketika penduduk surga telah masuk ke dalam surga, maka Allah berfirman, Apakah kalian ingin sesuatu yang perlu Aku tambahkan kepada kalian? Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah membuat wajah-wajah kami putih? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan kami dari neraka?’ Beliau bersabda, ‘Lalu Allah membukakan hijab pembatas, maka kemudian tidak ada satu pun yang dianugerahkan kepada mereka yang lebih dicintai daripada anugerah memandang Tuhan mereka.” (HR. Muslim No. 181)
Kesimpulannya:
Hadits ini adalah hadis yang agung yang memiliki nilai dan manfaat yang besar. Seorang Muslim harus berusaha untuk memahaminya dengan benar sehingga dapat menuntunnya kepada amalan yang lurus, ketaatan yang ikhlas, dan kedekatan yang baik kepada Allah. []
Sumber: Kumpulan Hadis Seputar Keimanan / Penulis: Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr / Penerbit UFA Office
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311

