Diriwayatkan dari Adh-Dhahhak bin Fairuz Ad-Dailami, dari ayahnya, ia berkata, “Peristiwa riddah pertama dalam Islam terjadi pada masa Rasulullah ﷺ, yang dilakukan oleh Abhalah bin Ka’ab.
Ketika itu dia keluar setelah haji Wada’ Dia sosok yang menarik, memiliki banyak keistimewaan di mata manusia, dan bisa menarik hati orang yang mendengarkan tutur katanya. Dia dan Madzhij pergi ke Najran hingga sampai ke Shan’a, lalu ia menguasainya dan Raja Yaman menyambutnya dengan baik.
Diriwayatkan dari Ubaidah bin Shakhr, la berkata, “Al Aswad menguasai wilayah yang berada antara Thaif hingga Bahrain, dan beberapa wilayah Lainnya. Pasukannya semakin kuat dan dia juga menguasai hampir semua wilayah Yaman. Tetapi banyak orang yang murtad bersamanya dan orang-orang Islan berinteraksi dengannya sangat hati-hati. Kepemimpinan tentara kemudian diserahkan kepada Qais bin Abdul Yaghuts.
Ubaid berkata, “Ketika kami berada di Hadhramaut dan kami tidak merasa aman dari serangan Al Aswad, sementara Mu’adz telah menikah di As-Sakun (sebuah desa di tengah-tengah Kindah) , tiba-tiba datang surat kepada kami dari Nabi ﷺ, menyuruh kita mengirim pasukan untuk memeranginya. Mu’adz lalu menjalankan perintah tersebut. Setelah kami mengetahui jumlah kekuatan, kami pun yakin akan menang.”
Diriwayatkan dari Jasynis bin Dailami, ia berkata, “Wabar bin Yuhannas pernah datang kepada kami dengan membawa surat Rasulullah ﷺ yang menyuruh kami agar bangkit memerangi Al Aswad. Namun kami melihat bahwa itu adalah masalah yang sangat berat bagi kami. Kami juga melihat bahwa Al Aswad telah berubah pandangannya terhadap Qais bin Abdul Yaghuts.
BACA JUGA: Pembaiatan Abu Bakar
“Kami pun mengabarkan kepada Qais dan menyampaikan berita dari Nabi ﷺ itu, yang nampak seperti kami mendapatkan perintah dari langit. Kami lantas melaksanakannya dengan segera. Setelah itu datanglah Wabar dan kami mewajibkan untuk menyeru manusia.
“Tak lama kemudian Al Aswad mengumpulkan pengikut-pengikutnya, lalu dia mengutus seorang utusan kepada Qais seraya berkata, ‘Apa yang dikatakan malaikat?” Dia berkata, ‘Aku datang kepada Qais dan menjunjungnya, hingga ketika ia memasuki setiap sudut, ia pun berbalik layaknya musuhmu’.
Dia kemudian bersumpah kepadanya seraya berkata, ‘Apakah malaikat berbohong? Dia benar dan aku tahu kamu telah bertobat’.
Qais kemudian mendatangi kami dan menceritakan informasi kepada kami, lalu kami berkata, ‘Kita harus berhati-hati. Al Aswad telah melayangkan surat kepada kami seraya berkata, “Bukankah aku telah mengangkat derajat kalian di tengah-tengah kaum? Bukankah aku belum mendapatkan apa-apa dari kalian?” Kami menjawab, “Itu bukan urusan kami”.
Dia berkata, “Jangan membuatku marah yang pada akhimya aku memerangi kalian”. Kami kemudian selamat dan hampir saja kami kalah, sedangkan dia masih meragukan kekuatan kami.
Kami lalu menemui istrinya Adzad, lantas aku berkata, ‘Wahai keponakanku, kamu tahu bencana yang ditimbulkan oleh orang ini. Dia telah membunuh suamimu, kaummu, dan merendahkan derajat wanita, apakah kamu akan mendukungnya?’
Dia menjawab, ‘Allah tidak menciptakan sesuatu yang lebih aku benci daripada dia, karena dia tidak menegakkan kebenaran dan tidak mencegah perbuatan haram’. Istrinya kemudian berkata, ‘Dia dijaga ketat dan para penjaga mengelilingi benteng kecuali pintu ini, maka seranglah dari sini’.
Dia lantas menyiapkan sebuah lampu untuk kami, lalu keluar. Ketika Al Aswad bertemu kami di luar benteng, ia berkata, ‘Apa alasan kamu datang ke sini?’ Dia kemudian memukul kepalaku hingga pingsan. Tiba-tiba istrinya berteriak seraya berkata, ‘Keponakanku datang untuk mengunjungiku’. Al Aswad berkata, ‘Diam, dasar tidak tahu diuntung. Dia aku berikan kepadamu’.
Aku lalu mendatangi saudara-saudaraku dan berkata, ‘Kemarilah, ada rahasia yang ingin aku sampaikan’. Aku kemudian menceritakan peristiwa itu kepada mereka. Ketika aku dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba utusan wanita itu datang kepada kami, ia berkata, ‘Jangan lupa dengan apa yang telah aku sampaikan kepadamu. Kami kemudian berkata kepada Fairuz, ‘Datangilah dia dan yakinkan rencana kita’.
Setelah itu kami datang pada malam hari dan masuk, ternyata sebuah lentera telah diletakkan di bawah pohon anggur, maka kami dengan hati-hati mendatanginya bersama Fairuz yang dikenal sebagai orang yang paling berhati-hati. Ketika sudah dekat dari rumah, dia mendengar suara dengkuran yang sangat keras.
Tiba-tiba wanita itu duduk. Ketika Fairuz berdiri di depan pintu, tiba-tiba syetan mendudukkan Al Aswad dan berbicara denganya seraya berkata, ‘Ada urusan apa aku denganmu wahai Fairuz’. Dikarenakan Fairuz takut jika kembali akan mencelakakan dirinya dan istri Al Aswad, maka dia segera menyerang Al Aswad layaknya binatang buas.
Dia memegang kepalanya lalu memukul tengkuknya dan membunuhnya. Setelah itu Fairuz berdiri dan keluar. Istri Al Aswad lalu mengambil pakaiannya untuk mengenangnya. Fairuz berkata, ‘Beritahukan kepada sahabat-sahabatku tentang kematiannya. Kami kemudian mendatangi Fairuz dan bekerja bersamanya.
Kami ingin memotong kepala Al Aswad, namun tiba-tiba syetannya menggerakkannya. Fairuz berkata, ‘Duduklah di atas dadanya’. Dua orang pria pun duduk di atas dadanya, sedangkan istrinya mengambil rambutnya. Tiba-tiba kami mendengar suara geraman yang keras darinya, lalu aku mencambuknya dengan sobekan kain.
Ada yang menyuruh untuk mencekik lehernya, lalu dia bersuara keras seperti auman harimau. Tiba-tiba penjaga pintu datang seraya berkata, ‘Ada apa?’ Istri Al Aswad berkata, ‘Nabi memberikan wahyu kepadanya’.”
Jasynis berkata, “Kami kebingungan pada malam itu, bagaimana cara memberitahukan kelompok kami? Akhirnya kami sepakat untuk memanggil mereka menggunakan adzan. Ketika fajar terbit, Dadzawih mengumandangkan adzan, hingga orang-orang Islam dan orang-orang kafir kaget. Tiba-tiba para penjaga berkumpul mengepung kami.
BACA JUGA: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Khalifah Rasulullah ﷺ
Aku kemudian mengumandangkan adzan. Mereka pun menambatkan kuda-kuda mereka. Aku berkata kepada mereka, ‘Bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasulullah dan Abhalah pendusta’. Kami lalu melemparkan kepala Al Aswad kepada mereka. Setelah itu dibacakan iqamah dan shalat pun dilaksanakan.
Tiba-tiba orang-orang datang hendak menyerang, maka kami berkata, ‘Wahai penduduk Shan’a, jika ada seseorang yang menemuinya, maka berlindunglah kepadanya.’
Ketika itu kami banyak mendapatkan harta rampasan dan tawanan. Setelah itu selesailah penguasaan kota Shan’a dan tentaranya. Allah telah memuliakan derajat Islam dan kami dapat mengendalikan kepemimpinan. Setelah itu sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ kembali dan kami bergabung dengan Mu’adz bin Jabal, dan dia shalat bersama kami. Kami kemudian mengabarkan berita itu kepada Nabi ﷺ.
Utusan kami lalu datang dan mengabarkan bahwa Nabi ﷺ telah meninggal di pagi itu, sehingga yang menjawab surat kami adalah Abu Bakar.” []
Sumber: Nuzhatul Fudhala’ Tahdzih Siyar A’lam An-Nubala (Ringkasan Siyar A’lam An-Nubala) / Penulis: Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi / Penerbit: Pustaka Azzam / Cetakan Kedua, Juni 2011
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311

