Dalam pandangan Islam, ukuran kekayaan bukanlah ditentukan oleh harta benda yang melimpah, rumah megah, kendaraan mewah, atau tabungan yang menumpuk. Kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa yang ditandai dengan sifat qana’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang Allah ﷻ berikan.
Rasulullah ﷺ telah menegaskan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051).
Hadis ini mengajarkan bahwa standar kekayaan bukan pada tampilan luar, melainkan pada kebahagiaan batin yang lahir dari rasa ridho kepada Allah. Orang yang qana’ah akan selalu melihat pemberian Allah sebagai anugerah terbaik, meski sedikit atau banyak.
BACA JUGA: Kekayaan bagi Seorang Muslim
Qana’ah sebagai Kunci Kekayaan Jiwa
Sifat qana’ah membuat seorang hamba senantiasa tenang, tidak gelisah terhadap urusan dunia, dan tidak terjerat oleh ambisi yang membutakan. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ
“Ridholah dengan apa yang Allah bagikan untukmu maka engkau akan menjadi manusia yang terkaya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2305).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati. Barangsiapa qana’ah, maka hidupnya akan tenteram, dan barangsiapa tamak, maka hidupnya akan letih.” (Madarijus Salikin, 2/21).
Dengan qana’ah, seorang mukmin mampu menjalani hidup dengan lapang dada, meskipun keadaan dunia tidak selalu sesuai harapannya.
Ketamakan: Akar Kemiskinan Sejati
Sebaliknya, orang yang tidak pernah merasa cukup, meskipun hartanya melimpah, hakikatnya adalah orang miskin. Sifat tamak membuat hati tidak pernah puas, selalu mengeluh, dan terjebak dalam lingkaran ketidaktenangan.
Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang qana’ah, maka ia akan merasakan kaya. Dan barangsiapa yang tamak, maka ia tidak akan pernah merasa cukup, meski dunia ini seluruhnya ada di tangannya.” (Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hlm. 287).
Inilah paradoks kehidupan dunia: semakin manusia mengejar dunia, semakin jauh ia dari ketenangan. Sebaliknya, semakin ia menerima takdir Allah dengan lapang, semakin ia merasakan kebahagiaan yang hakiki.
Menjadi Kaya dengan Ridho kepada Allah
Qana’ah tidak berarti pasrah tanpa usaha. Islam mengajarkan untuk bekerja, berikhtiar, dan berdoa, namun tetap menempatkan hati dalam ketenangan. Jika diberi sedikit, ia bersyukur. Jika diberi banyak, ia amanah. Dan jika diuji dengan kesempitan, ia tetap ridho.
BACA JUGA: Orang-orang Kaya dan Mewah yang Berdosa
Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Barangsiapa ridho dengan pembagian Allah, maka dia adalah orang yang paling kaya. Dan barangsiapa memandang pemberian manusia lebih baik daripada pemberian Allah, maka dia telah merendahkan dirinya.” (Shifat Ash-Shafwah, 2/147).
Penutup
Hakikat kekayaan bukan pada tumpukan harta, tetapi pada hati yang qana’ah. Dengan qana’ah, seorang hamba meraih kekayaan yang tidak bisa dirampas siapa pun: ketenteraman, kebahagiaan, dan ridho Allah. Maka marilah kita hiasi jiwa dengan sifat qana’ah, karena di sanalah letak kekayaan yang abadi. []
Sumber-sumber:
Shahih Bukhari no. 6446
Shahih Muslim no. 1051
Sunan At-Tirmidzi no. 2305
Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin
Ibnul Mubarak, Az-Zuhd
Ibnul Jawzi, Shifat Ash-Shafwah
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: https://chat.whatsapp.com/CmhxXFTpO6t98yYERJBNTB
Instagram: https://www.instagram.com/humayro_media/
YouTube: https://www.youtube.com/@humayromedia
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/profile.php?id=61572918724311

